Rabu, 31 Mei 2017

STUDI KASUS PELANGGARAN HAK PATEN

STUDI KASUS PELANGGARAN HAK PATEN

Hak paten menurut KBBI adalah hak yang diberikan oleh pemerintah kepada seseorang atau perusahaan atas permohonannya untuk menikmati sendiri temuannyaserta perlindungan terhadap kemungkinan peniruan oleh pihak lain atas ciptaan atau temuannya itu.
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1)
Sementara itu, arti Invensi dan Inventor (yang terdapat dalam pengertian di atas, juga menurut undang-undang tersebut, adalah):
1.      Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 2)
2.      Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 3)
Ada 2 macam sistem pendaftaran Paten yaitu:
1.      Sistem first to file yaitu memberikan hak paten bagi yang mendaftar pertama atas invensi baru sesuai persyaratan.
2.      Sistem first to invent adalah sistem yang memberikan hak paten bagi yang menemukan inovasi pertama kali sesuai persyaratan yang telah ditentukan.
Banyak perusahaan-perusahaan maupun perorangan dengan sengaja ataupun tidak dalam menggunakan paten tertentu dalam kadar fair use paten yang sudah diatur. Dalam beberapa kasus pelanggar hak paten bukan hanya mencari keuntungan tetapi juga untuk menghemat pengeluaran dalam membanyar penggunaan paten tertentu yang digunakan. Akibat dari itu banyak kasus pelanggaran hak paten sampai menempuh jalur hukum agar masalah pelanggaran paten dapat diselesaikan dengan adil dan terperinci sampai sejauh mana paten tersebut digunakan. Berikut adalah studi kasus pelanggaran hak paten didalam negeri dan diluar negeri.

1.      Pelanggaran Paten Google Atas Pengguanaan API milik Oracle
Sejak Agustus 2010 Oracle sudah mengajukan gugatan terhadap Google ke pengadilan. Menurut Oracle (sebagai pemilik hak paten bahasa pemrograman Java), Google telah melakukan pelanggaran dengan menggunakan 37 API Java di Android tanpa lisensi dari Oracle. Setelah proses penyidikan dan pengadilan yang panjang, akhirnya pada 27 Mei ini, pengadilan memutuskan jika Google dinyatakan tidak bersalah. Penggunaan API Java oleh Google dianggap masih dalam penggunaan yang wajar (fair usage). Oracle memutuskan untuk mengajukan banding.
Google sebenarnya sempat mendapatkan angin segar pada Mei 2012 ketika hakim Judge William Alsup menyatakan jika API (Application Programming Interface) tidak bisa mendapatkan hak cipta. Selain itu sang hakim juga menyatakan jika Google tidak melanggar hak paten Oracle. Tetapi Oracle mengajukan banding. Akhirnya di tahun 2014 pengadilan banding memutuskan setuju dengan Oracle, API bisa mendapatkan hak cipta.
Java
Java adalah salah satu bahasa pemrograman yang populer di kalangan dunia enterprise. Bahasa ini dikembangkan di perusahaan yang bernama Sun Microsystems. Sun Microsystem terkenal sebagai perusahaan yang sangat mendukung gerakan open source. Tidak seperti saat ini, di masa lalu gerakan open-source masih sering dianggap sebagai ancaman bagi bisnis IT raksasa. Microsoft dan Oracle seringkali dianggap cukup sengit “memusuhi” gerakan-gerakan open source.
Dengan posisi Sun Microsystems yang pro open source, tidak heran jika mereka pun membuat spesifikasi dan kode Java Standard Edition menjadi terbuka, istilahnya OpenJDK. Karena itu tidak heran ada beberapa versi Java yang open source, contohnya GNU Classpath, Apache Harmony, IcedTead, gcj, dll.
Pada Januari 2010, Sun Microsystems akhirnya diakuisisi oleh Oracle -sebuah tindakan yang sangat disayangkan banyak pendukung gerakan open-source. Akibat akuisisi ini banyak penggerak open source di Sun Microsystems meninggalkan perusahaan ini.
Android
Android dibangun sejak tahun 2003 oleh Andy Rubin bersama beberapa rekannya. Di tahun 2005 Google membeli Android. Ketika Google meluncurkan platform Android pada tahun 2007 mereka menyatakan jika ada beberapa teknologi Java yang digunakan di dalamnya. Teknologi Java yang digunakan di Android ini berbasis pada versi open source Java yang bernama Apache Harmony. Teknologi ini diimplementasikan Google menjadi Dalvik (process virtual machine, mirip JVM dari Java). Belakangan Dalvik diganti menjadi ART (Android Run Time).
Sikap Oracle
CEO Sun Microsystems (sebelum diakuisisi Oracle) Jonathan Schwartz menyambut baik langkah Google yang memutuskan menggunakan teknologi Java untuk pengembangan platform Android. CEO Oracle Larry Ellison pun pada awalnya menyambut baik langkah Google ini. Pasca akuisisi Sun Microsystems, Oracle juga sedang mengembangkan platform ponsel yang berbasis Java.
Namun belakangan Oracle berpendapat jika Google seharusnya meminta ijin lisensi pada mereka untuk menggunakan API Java di Android. Tentunya lisensi ini tidak gratis, nilainya jutaan dollar menurut Oracle. Sementara itu Google berpendapat lisensi tidak diperlukan, karena mereka hanya menggunakan API Java sesuai dengan porsinya, seperti umumnya diterapkan pada proyek open source. Pengadilan pun setuju. Google dinyatakan menang di pengadilan.
Analisis Kasus 1:
Dari kasus melanggar atau tidaknya Google dalam menggunakan lisensi milik Oracle adalah kasus yang cukup berat. Karena dalam hal tersebut Google menyatakan menggunakan lisensi yang bersifat open source yang berarti dapat digunakan oleh siapa saja dengan batasan dan juga Google membuat sistem dari implementasi teknologi milik Oracle sehingga bisa dibilang paten tersebut tidak berlaku dalam pengembangannya.
Semoga dalam kasus pelanggaran paten seperti kasus ini dapat diselesaikan dengan adil agar kedua belah pihak merasa puas dan bertanggung jawab atas apa yang sudah dilaporkan. Dan juga mesti ada pengembangan undang-undang dalam kasus seperti diatas.

2.      Hak Paten Mesin Motor Bajaj Ditolak di Indonesia
Motor Bajaj merupakan salah satu produk sepeda motor yang dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, bahkan desain yang dihasilkan menarik dan terlihat elegan. Namun, tidak disangka hak paten teknologi mesin motor kebanggaan masyarakat India ini menjadi masalah di Indonesia.
Bajaj Auto Limited sebagai produsen motor Bajaj menggugat Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). Sebab, permohonan paten untuk sistem mesin pembakaran dalam dengan prinsip empat langkah ditolak dengan alasan sudah dipatenkan terlebih dahulu oleh Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha.
Kuasa hukum perusahaan Bajaj pun meminta agar hakim pengadilan membatalkan atas penolakan permohonan terhadap kasus tersebut. Kasus tersebut bermula ketika Ditjen Haki menolak permohonan pendaftaran paten Bajaj pada 30 Desember 2009 dengan alasan ketidakbaruan dan tidak mengandung langkah inventif. Atas penolakan tersebut, Bajaj Auto mengajukan banding ke Komisi Banding Paten. Namun Komisi Banding dalam putusannya pada 27 Desember 2010 sependapat dengan Direktorat Paten sehingga kembali menolak pendaftaran paten tersebut. Hal tersebut dikarenakan prinsip motor Bajaj merupakan prinsip yang masih baru berkembang.
Kesaksian dalam sidang tersebut, satu silinder jelas berbeda dengan dua silinder. Untuk konfigurasi busi tidak menutup kemungkinan ada klaim yang baru terutama dalam silinder dengan karakter lain. Namun, kebaruannya adalah ukuran ruang yang kecil. Dimana harus ada busi dengan jumlah yang sama. Keunggulan dari Bajaj ini adalah bensin yang irit dan memiliki emisi yang ramah lingkungan.
Ditjen HAKI punya catatan tersendiri sehingga menolak permohonan paten ini, yaitu sistem ini telah dipatenkan di Amerika Serikat atas nama Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha dengan penemu Minoru Matsuda pada 1985. Lantas oleh Honda didaftarkan di Indonesia pada 28 April 2006. Namun dalih ini dimentahkan oleh Bajaj, karena telah mendapatkan hak paten sebelumnya dari produsen negara aslanya, yaitu India.

Analisis kasus 2:
Dari kasus diatas dapat dianalisa bahwa perusahaan Bajaj dimungkinkan kurang jeli dalam masalah penggunaan mesin yang aman digunakan untuk konsumen. Walaupun kenyataannya menurut perusahaan Bajaj tersebut menolak atas tuntutan yang diajukan oleh Ditjen HAKI. Sebaiknya jika terbukti bersalah sebaiknya sesegera mungkin diberi solusi untuk perbaikan mesin tersebut agar tidak terjadi masalah seperti pencabutan penjualan dan lainnya. Namun jika pernyataan berbanding terbalik dari tuduhan awal, sebaiknya perusahaan tersebut menunjukkan bukti fisik yang kuat dan tidak berdiam untuk enggan berkomentar, karena pada asalnya dari negara produsen awal tidak terjadi masalah pada pemesinan tersebut.
Semoga kedepannya tidak terjadi pelanggaran hak paten khususnya bidang industri, dan sebaiknya pencipta suatu teknologi wajib mematenkan hasil karyanya agar tidak terjadi permasalahan yang menyebabkan merugi dan menurunkan image dari perusahaan yang bersangkutan.

Sumber:
Kamus Besar Bahasa Indonesia  Edisi V via Aplikasi Android
http://tekno.kompas.com/read/2016/05/27/08250017/Google.Menang.Atas.Oracle.Bebas.dari.Tuntutan.Rp.126.Triliun