Senin, 08 Juni 2015

HAK PATEN

PENDAHULUAN
 1.1 Latar Belakang
Pengertian Hak Paten atau definisi hak paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yg untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Pengertian Hak Paten atau definisi hak paten merupakan bentuk perlindungan hak kekayaan intelektual yang sangat efektif karena dapat mencegah pelaksanaan invensi oleh pihak lain tanpa seizin pemegang hak paten, walaupun pihak lain tersebut memperoleh teknologinya secara mandiri (bukan meniru). Menurut UU hak paten No. 14 Tahun 2001 (UU hak paten 2001), hak paten diberikan untuk invensi yang memenuhi syarat kebaruan, mengandung langkah inventif & dapat diterapkan dalam industri selama 20 tahun.
Contoh hak paten : cara mendapatkan hak paten di Indonesia yaitu menganut asas first-to-file, yang artinya siapa saja mendaftarkan invensinya untuk pertama kalinya di kantor Paten akan mendapatkan hak paten. Contoh hak paten : cara mendapatkan hak paten di Amerika Serikat yaitu menganut sisteem first-to-invent, dimana hak paten diberikan kepada seseorang yang pertama kali menemukan.
Hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya (Pasal 1Undang-undang Paten). Paten diberikan dalam ruang lingkup bidang teknologi, yaitu ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam proses industri. Di samping paten, dikenal pula paten sederhana (utility models) yang hampir sama dengan paten, tetapi memiliki syarat-syarat perlindungan yang lebih sederhana. Paten dan paten sederhana di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Paten (UUP).Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi.

PEMBAHASAN
2.1            Sejarah Hak Paten
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya (Pasal 1
Undang-undang Paten). Paten diberikan dalam ruang lingkup bidang teknologi, yaitu ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam proses industri. Di samping paten, dikenal pula paten sederhana (utility models) yang hampir sama dengan paten, tetapi memiliki syarat-syarat perlindungan yang lebih sederhana. Paten dan paten sederhana di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Paten (UUP).

2.2            Haukum Yang Mengatur Hak Paten
1.     Undang-undang  No.14  Tahun  2001 tentang Paten (UUP);
2.     Undang-undang   No.7  Tahun   1994 tentang Agreement  Establishing  the Word Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);
3.     Keputusan persiden No. 16 Tahun 1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the protection of Industrial Property;
4.     Peraturan Pemerintah No.34  Tahun 1991 tentang Tata Cara Pemerintah Paten;
5.     Peraturan  Pemerintah No. 11 Tahun 1991 tentang Bentuk dan Isi Surat Paten;
6.     Keputusan Menkeh No. M.01-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Paten Sederhana;
7.     Keputusan Menkeh No. M.02-HC.01.10 Tahun 1991 tentang Penyelenggaraan pengumuman paten;
8.     Keputusan Menkeh No. N.04-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Persyaratan, Jangka Waktu, dan Tata Cara Pembayaran Biaya Paten;
9.     Keputusan Menkeh No.M.06.- HC.02.10 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Pengajuan Permintaan Paten;
10.  Keputusan Menkeh No. M.07-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Bentuk dan Syarat-syarat  Permintaan Pemeriksaan Substantif Paten;
11.  Keputusan Menkeh No. M.08-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Pencatatan dan Permintaan Salinan Dokumen Paten;
12.  Keputusan Menkeh No. M.04-PR.07.10 Tahun 1996 tentang Sekretariat Komisi Banding Paten;
13.  Keputusan Menkeh No. M.01-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Tata Cara Pengajuan Permintaan Banding Paten

2.3       Subyek Yang Dipatenkan
Secara umum, ada tiga kategori besar mengenai subjek yang dapat dipatenkan: proses, mesin, dan barang yang diproduksi dan digunakan. Proses mencakup algoritma, metode bisnis, sebagian besar perangkat lunak (''software''), teknik medis, teknik olahraga dan semacamnya. Mesin mencakup alat dan aparatus. Barang yang diproduksi mencakup perangkat mekanik, perangkat elektronik dan komposisi materi seperti kimia, obat-obatan, DNA, RNA, dan sebagainya.
Kebenaran matematika, termasuk yang tidak dapat dipatenkan. ''Software'' yang menerapkan algoritma juga tidak dapat dipatenkan kecuali terdapat aplikasi praktis (di Amerika Serikat) atau efek teknikalnya (di Eropa).Saat ini, masalah paten perangkat lunak (dan juga metode bisnis) masih merupakan subjek yang sangat kontroversial. Amerika Serikat dalam beberapa kasus hukum di sana, mengijinkan paten untuk ''software'' dan metode bisnis, sementara di Eropa, ''software'' dianggap tidak bisa dipatenkan, meski beberapa invensi yang menggunakan ''software'' masih tetap dapat dipatenkan.
Paten yang berhubungan dengan zat alamiah (misalnya zat yang ditemukan di hutan rimba) dan juga obat-obatan, teknik penanganan medis dan juga sekuensing asam nukleat|sekuens genetik, termasuk juga subjek yang kontroversial. Di berbagai negara, terdapat perbedaan dalam menangani subjek yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya, di Amerika Serikat, metode bedah dapat dipatenkan, namun hak paten ini mendapat pertentangan dalam prakteknya. Mengingat sesuai prinsip sumpah Hipokrates (Hippocratic Oath), dokter wajib membagi pengalaman dan keahliannya secara bebas kepada koleganya. Sehingga pada tahun 1994, The American Medical Association (AMA) House of Delegates mengajukan nota keberatan terhadap aplikasi paten ini.
Di Indonesia, syarat hasil temuan yang akan dipatenkan adalah baru (belum pernah diungkapkan sebelumnya), mengandung langkah inventif (tidak dapat diduga sebelumnya), dan dapat diterapkan dalam industri. Jangka waktu perlindungan untuk paten ‘biasa’ adalah 20 tahun, sementara paten sederhana adalah 10 tahun. Paten tidak dapat diperpanjang. Untuk memastikan teknologi yang diteliti belum dipatenkan oleh pihak lain dan layak dipatenkan, dapat dilakukan penelusuran dokumen paten.
Ada beberapa kasus khusus penemuan yang tidak diperkenankan mendapat perlindungan paten, yaitu proses / produk yang pelaksanaannya bertentangan dengan undang-undang, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan; metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan; serta teori dan metode di bidang matematika dan ilmu pengetahuan, yakni semua makhluk hidup, kecuali jasad renik, dan proses biologis penting untuk produksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikro-biologis.

2.4            Istilah – Istilah dalam Paten
Beberapa istilah yang sering digunakan dalam Paten antara lain :
2.4.1    Invensi
Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
2.4.2    Inventor atau Pemegang Paten
adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang
menghasilkan Invensi. Pemegang Paten: adalah Inventor sebagai pemilik Paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik Paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten.

2.4.3    Hak yang Dimiliki Oleh Pemegang Paten
            Hak yang dimiliki oleh pemegang paten adalah
1)   pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk  melaksanakan  paten  yang dimilikinya, dan melarang orang lain yang tanpa persetujuan:
(a) dalam hal paten produk: membuat, menjual, mengimport, menyewa, menyerahkan memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten;
(b)dalam hal paten proses: menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a.
2)   pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan surat perjanjian lisensi;
3)   pemegang paten berhak menggugat ganti rugi melalui pengadilan negeri setempat, kepada siapapun, yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas;
4)   pemegang paten berhak menuntut orang yang sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam butir 1 di atas.

2.4.4    Pengajuan Permohonan Paten
            Permohonan paten diajukan dengan cara mengisi formulir yang disediakan untuk itu dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap 4 (empat). Pemohon wajib melampirkan:
a.       surat kuasa khusus, apabila permohonan diajukan melalui konsultan paten terdaftar selaku kuasa;
b.       surat  pengalihan hak, apabila permohonan diajukan oleh pihak lain yang bukan penemu;

c.       deskripsi, klaim, abstrak: masing-masing rangkap 3 (tiga)
2.4.5    Sistem First to File
Ada 2 macam sistem pendaftaran paten dalam rangka perlindungan hukum, yaitu; Sistem First to File adalah suatu sistem yang memberikan hak paten bagi mereka yang mendaftar pertama atas invensi baru sesuai dengan persyaratan. Sistem First to Invent adalah suatu system yang memberikan hak paten bagi mereka yang menemukan inovasi pertama kali sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Sistem first-to-file adalah suatu sistem pemberian paten yang menganut mekanisme bahwa seseorang yang pertama kali mengajukan permohonan dianggap sebagai pemegang paten, bila semua persyaratannya dipenuhi. Sistem paten yang diterapkan di Indonesia menganut sistem first-to-file, dalam Pasal 34 UUP disebutkan ” Apabila untuk satu invensi yang sama ternyata diajukan lebih dari satu permohonan paten oleh pemohon yang berbeda, hanya permohonan yang diajukan pertama atau terlebih dahulu yang dapat diterima “

2.3.4    Kapan Sebaiknya Permohonan Paten Diajukan ?
            Masalah paten, ada ketentuan bahwa pemegang paten wajib melaksanakan patennya di wilayah Indonesia. Itu artinya, ia mesti memproduksi patennya di Indonesia, mulai dari investasi, penyerapan tenaga kerja, hingga masalah transfer teknologi. Untuk prosedur paten di dalam negeri disebutkan, bahwa :
1.   Pemohon paten harus memenuhi segala persyaratan.
2.   Dirjen HAKI akan mengumumkannya 18 (delapan belas) bulan setelah tanggal   
      penerimaan permohonan paten.
3.   Pengumuman berlangsung selama 6 (enam) bulan untuk mengetahui apakah ada
      keberatan atau tidak dari masyarakat.
2.     Jika tahap pengumuman ini terlewati dan permohonan paten diterima, maka pemohon
paten berhak mendapatkan hak patennya untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak terjadi filling date.



2.3.5 Hal-hal Yang Sebaiknya Dilakukan Oleh Seorang Inventor Sebelum Mengajukan Permohonan Paten
1.     Melakukan penelusuran. Tahapan ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang teknologi terdahulu dalam bidang invensi yang sama (state of the art) yang memungkinkan adanya kaitannya dengan invensi yang akan diajukan. Melalui informasi teknologi terdahulu tersebut maka inventor dapat melihat perbedaan antara invensi yang akan diajukan permohonan Patennya dengan teknologi terdahulu.
2.     Melakukan Analisis. tahapan ini dimaksudkan untuk menganalisis apakah ada ciri khusus dari invensi yang akan diajukan permohonan Patennya dibandingkan dengan Invensi terdahulu.
3.     Mengambil Keputusan. Jika invensi yang dihasilkan tersebut mempunyai ciri teknis dibandingkan dengan teknologi terdahulu, maka invensi tersebut sebaiknya diajukkan permohonan Patennya.Sebaliknya jika tidak ditemukan ciri khusus, maka invensi tersebut sebaiknya tidak perlu diajukan untuk menghindari kerugian dari biaya pengajuan permohonan Paten.



HUKUM INDUSTRI PART 2




Hak Merek
Pengertian merek dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Dari rumusan tersebut, dapat diketahui bahwa merek:
a. Tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari nama, kata, huruf-huruf, angka- angka, susunan warna tersebut;
b. Memiliki daya pembeda (distinctive) dengan merek lain yang sejenis;
c. Digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa yang sejenis.

 Hak merek merupakan bagian dari hak atas intelektual. Hak merek secara eksplisit disebut sebagai benda immateril dalam konsiderans UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (UUM 2001) bagian menimbang butir a yang berbunyi:

Bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratafikasi Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat.
Merek produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asalnya, kualitasnya, serta keterjaminan bahwa produk itu original. Terkadang yang membuat harga suatu produk menjadi mahal bukan produknya, tetapi mereknya. Merek adalah sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada satu produk, tetapi ia bukan jenis produk itu sendiri. Merek mungkin hanya menimbulkan kepuasaan saja bagi pembeli, benda materilnyalah yang dapat dinikmati. Merek itu sendiri ternyata hanya benda immateril yang tak dapat memberikan apapun secara fisik sehingga merek merupakan hak kekayaan immateril.
LATAR BELAKANG UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN
Sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil industri itu sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini disusun.Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.

UU No. 5/1984
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Bahan mentah adalah semua bahan yang didapat dari sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih lanjut, misalnya kapas untuk inddustri tekstil, batu kapur untuk industri semen, biji besi untuk industri besi dan baja.
Bahan baku industri adalah bahan mentah yang diolah atau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam industri, misalnya lembaran besi atau baja untuk industri pipa, kawat, konstruksi jembatan, seng, tiang telpon, benang adalah kapas yang telah dipintal untuk industri garmen (tekstil), minyak kelapa, bahan baku industri margarine.
Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi, misalnya kain dibuat untuk industri pakaian, kayu olahan untuk industri mebel dan kertas untuk barang-barang cetakan.
Barang jadi adalah barang hasil industri yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat produksi, misalnya industri pakaian, mebel, semen, dan bahan bakar. Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara keseluruhan atau bagian-bagiannya. Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri lainnya.

TUJUAN :
Pembangunan industri bertujuan untuk :
1.    Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup;
2.    Meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya;
3.    Meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
4.    Meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri;
5.    Memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
6.    Meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
7.    Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara;
8.    Menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.

FAKTOR PENDUKUNG PEMBANGUNAN INDUSTRI
1. Indonesia kaya bahan mentah
2. Jumlah tenaga kerja tersedia cukup banyak
3. Tersedia pasar dalam negeri yang banyak
4. Iklim usaha yang menguntungkan untuk orientasi kegiatan industri
5. Tersedia berbagai sarana maupun prasarana untuk industri
6. Stabilitas politik yang semakin mantap
7. Banyak melakukan berbagai kerjasama dengan negara-negara lain dalam hal permodalan, alih teknologi, dll.
8. Letak geografis Indonesia yang menguntungkan
9. Kebijaksanaan pemerintah yang menguntungkan
10. Tersedia sumber tenagalistrik yang cukup

FAKTOR PENGHAMBAT PEMBANGUNAN INDUSTRI
1. Penguasaan teknologi masih perlu ditingkatkan
2. Mutu barang yang dihasilkan masih kalah bersaing dengan negara-negara lain
3. Promosi di pasar internasional masih sangat sedikit dilakukan
4. Jenis-jenis barang tertentu bahan bakunya masih sangat tergantung dengan negara lain
5. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan belum merata di seluruh Indonesia
6. Modal yang dimiliki masih relatif kecil

DAMPAK POSITIF PEMBANGUNAN INDDUSTRI
1. Terbukanya lapangan kerja
2. Terpenuhinya berbagai kebutuhan masyarakat
3. Pendapatan/kesejahteraan masyarakat meningkat
4. Menghemat devisa negara
5. Mendorong untuk berfikir maju bagi masyarakat
6. Terbukanya usaha-usaha lain di luar bidang industri
7. Penundaan usia nikah

DAMPAK NEGATIF PEMBANGUNAN INDUSTRI
1. Terjadi pencemaran lingkungan
2. Konsumerisme
3. Hilangnya kepribadian masyarakat
4. Terjadinya peralihan mata pencaharian
5. Terjadinya urbanisasi di kota-kota
6. Terjadinya permukiman kumuh di kota-kota

Konvensi Internasional tentang Hak Cipta
Secara umum, konvensi merupakan suatu bentuk kebiasaan dan terpelihara dalam praktik serta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam konteks hukum internasional, sebuah konvensi dapat berupa perjanjian internasional tertulis yang tunduk pada ketentuan hukum kebiasaan internasional, yurisprudensi, atau prinsip hukum umum. Sebuah konvensi internasional dapat diberlakukan di Indonesia setelah terlebih dahulu melalui proses ratifikasi yang dilakukan oleh DPR. Konvensi-konvensi internasional yang terkait dengan hak cipta, antara  lain:
  1. Konvensi Berner
Konvensi Berner yang mengatur tentang perlindungan karya-karya literer (karya tulis) dan artistik ditandatangani di Bern pada tanggal 9 Septemver 1986 dan telah beberapa kali mengalami revisi serta penyempurnaan. Revisi pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di Berlin pada tanggal 13 November 1908. Kemudian disempurnakan lagi di Bern pada tanggal 24 Maret 1914. Selanjutnya, secara bebturut-turut direvisi di Roma tanggal 2 juni 1928 dan di Brussels pada tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juni 1967 dan yang paling baru di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Anggota konvensi ini berjumlah 45 Negara. Rumusan hak cipta menurut Konvensi Berner adalah sama seperti apa yang dirumuskan oleh Auteurswet 1912. Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini, antara lain karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Suatu hal yang terpenting dalam Konvensi Berner adalah mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa pencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh hak dalam luas dan bekerjanya disamakan dengan apa yang diberikan oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika digunakan secara langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya sendiri. Pengecualian diberikan kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protokol yang bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, sosial, atau kultural.
  1. Universal Copyright Convention
Universal Copyright Convention lahir pada tanggal 6 September 1952 untuk memenuhi kepatuhan adanya suatu Common Dinaminator Convention yang ditandatangani di Jenewa kemudian ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi yang diperlukan untuk berlakunya pada 16 September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi sehingga salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai. Dalam hal ini, kepentingan negara-negara berkembang di perhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah Eropa dan Amerika yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan menurut Pasal 1 konvensi, antara lain:
  1. Adequate and Effective Protection
Menurut Pasal I, konvensi setiap negara peserta perjanjian berkewajiban memberikan perlindungan hukum yang memadai dan efektif terhadap hak-hak pencipta dan pemegang hak cipta.
  1. National Treatment
Pasal II menetapkan bahwa ciptaan-ciptaan yang diterbitkan oleh warga negara dari salah satu negara peserta perjanjian dan ciptaan-ciptaan yang diterbitkan pertama kali di salah satu negara peserta perjanjian, akan memperoleh perlakuan perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diberikan kepada warga negaranya sendiri yang menerbitkan untuk pertama kali di negara tempat dia menjadi warga negara.
  1. Formalitie
Pasal III yang merupakan manifestasi kompromistis dari UUC terhadap dua aliran falsafah yang ada, menetapkan bahwa suatu negara peserta perjanjian yang menetapkan dalam perundang-undangan nasionalnya syarat-syarat tertentu sebagai formalitas bagi timbulnya hak cipta, seperti wajib simpan (deposit), pendaftaran (registration), akta notaries (notarial certificates) atau bukti pembayaran royalti dari penerbit (payment of fee), akan dianggap rnerupakan bukti timbulnya hak cipta, dengan syarat pada ciptaan bersangkutan dibubuhkan tanda c dan di belakangnya tercantum nama pemegang hak cipta kemudian disertai tahun penerbitan pertama kali.
  1. Duration of Protection
Pasal IV, suatu jangka waktu minimum sebagi ketentuan untuk perlindungan hukum selama hidup pencipta ditambah paling sedikit 25 tahun setelah kematian pencipta.
  1. Translations Rights. Pasal V, hak cipta mencakup juga hak eksklusif pencipta untuk membuat, penerbitkan, dan memberi izin untuk menerbitkan suatu terjemahan dari ciptaannya. Namun setelah tujuh tahun terlewatkan, tanpa adana penerjemahan yang, dilakukan oleh pencipta, negara peserta konvensi dapat memberikan hak penerjemahan kepada warga negaranya dengan memenuhi syarat-syarat seperti ditetapkan konvensi.
  2. Juridiction of the international Court of Justice
Pasal XV, suatu sengketa yang timbul antara dua atau lebih negara anggota konvensi mengenai penafsiran atau pelaksanaan konvensi, yang tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat. dapat diajukan ke muka Mahkamah lnternasional untuk dimintakan penyelesaian sengketa yang diajukan kecuali jika pihak-pihak yang bersengketa bersepakat untuk memakai cara lain.
  1. Bern safeguard Clause
Pasal XVII UCC beserta appendix merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari pasal ini, merupakan salah satu sarana penting untuk pemenuhau kebutuhan ini.
 sumber :

http://eprints.undip.ac.id/17444/8/Chapter_II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/5395/1/057011022.pdf
Saidin, S.H., M. Hum. Aspek Hukum dan Kekayaan Intelektual. Rajagrafindo. Jakarta. 1997
Lindsey dkk, Tim, Prof., B.A., LL.B., BLitt, Ph.D. Suatu Pengantar Hak Kekayaan Intelektual. P.T Alumni. Bandung. 2005.