STUDI
KASUS PELANGGARAN HAK PATEN
Hak paten menurut KBBI
adalah hak yang diberikan oleh pemerintah kepada seseorang atau perusahaan atas
permohonannya untuk menikmati sendiri temuannyaserta perlindungan terhadap
kemungkinan peniruan oleh pihak lain atas ciptaan atau temuannya itu.
Paten adalah hak
eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di
bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1)
Sementara itu, arti
Invensi dan Inventor (yang terdapat dalam pengertian di atas, juga menurut
undang-undang tersebut, adalah):
1.
Invensi adalah ide Inventor yang
dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang
teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan
produk atau proses. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 2)
2.
Inventor adalah seorang yang secara
sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan
ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 3)
Ada 2 macam sistem pendaftaran Paten yaitu:
1.
Sistem first to file yaitu memberikan
hak paten bagi yang mendaftar pertama atas invensi baru sesuai persyaratan.
2.
Sistem first to invent adalah sistem
yang memberikan hak paten bagi yang menemukan inovasi pertama kali sesuai
persyaratan yang telah ditentukan.
Banyak perusahaan-perusahaan
maupun perorangan dengan sengaja ataupun tidak dalam menggunakan paten tertentu
dalam kadar fair use paten yang sudah diatur. Dalam beberapa kasus pelanggar
hak paten bukan hanya mencari keuntungan tetapi juga untuk menghemat
pengeluaran dalam membanyar penggunaan paten tertentu yang digunakan. Akibat dari
itu banyak kasus pelanggaran hak paten sampai menempuh jalur hukum agar masalah
pelanggaran paten dapat diselesaikan dengan adil dan terperinci sampai sejauh
mana paten tersebut digunakan. Berikut adalah studi kasus pelanggaran hak paten
didalam negeri dan diluar negeri.
1.
Pelanggaran Paten Google Atas
Pengguanaan API milik Oracle
Sejak Agustus 2010
Oracle sudah mengajukan gugatan terhadap Google ke pengadilan. Menurut Oracle
(sebagai pemilik hak paten bahasa pemrograman Java), Google telah melakukan
pelanggaran dengan menggunakan 37 API Java di Android tanpa lisensi dari
Oracle. Setelah proses penyidikan dan pengadilan yang panjang, akhirnya pada 27
Mei ini, pengadilan memutuskan jika
Google dinyatakan tidak bersalah. Penggunaan API Java oleh Google dianggap
masih dalam penggunaan yang wajar (fair usage). Oracle memutuskan untuk
mengajukan banding.
Google sebenarnya
sempat mendapatkan angin segar pada Mei 2012 ketika
hakim Judge William Alsup menyatakan jika API (Application Programming
Interface) tidak bisa mendapatkan hak cipta. Selain itu sang hakim juga
menyatakan jika Google tidak melanggar hak paten Oracle. Tetapi Oracle
mengajukan banding. Akhirnya di tahun 2014 pengadilan
banding memutuskan setuju dengan Oracle, API bisa mendapatkan hak cipta.
Java
Java adalah salah satu
bahasa pemrograman yang populer di kalangan dunia enterprise. Bahasa ini
dikembangkan di perusahaan yang bernama Sun Microsystems. Sun Microsystem
terkenal sebagai perusahaan yang sangat mendukung gerakan open source.
Tidak seperti saat ini, di masa lalu gerakan open-source masih sering dianggap
sebagai ancaman bagi bisnis IT raksasa. Microsoft dan Oracle seringkali
dianggap cukup sengit “memusuhi” gerakan-gerakan open source.
Dengan posisi Sun
Microsystems yang pro open source, tidak heran jika mereka pun membuat
spesifikasi dan kode Java Standard Edition menjadi terbuka, istilahnya OpenJDK. Karena itu tidak
heran ada beberapa versi Java yang open source, contohnya GNU Classpath, Apache
Harmony, IcedTead, gcj, dll.
Pada Januari 2010, Sun
Microsystems akhirnya diakuisisi oleh
Oracle -sebuah tindakan yang sangat disayangkan banyak pendukung gerakan
open-source. Akibat akuisisi ini banyak penggerak open source di Sun
Microsystems meninggalkan perusahaan ini.
Android
Android dibangun sejak
tahun 2003 oleh Andy Rubin bersama beberapa rekannya. Di tahun 2005 Google
membeli Android. Ketika Google meluncurkan platform Android pada tahun 2007
mereka menyatakan jika ada beberapa teknologi Java yang digunakan di dalamnya.
Teknologi Java yang digunakan di Android ini berbasis pada versi open source
Java yang bernama Apache Harmony. Teknologi ini diimplementasikan Google
menjadi Dalvik (process virtual machine, mirip JVM dari Java). Belakangan
Dalvik diganti menjadi ART (Android Run Time).
Sikap
Oracle
CEO Sun Microsystems
(sebelum diakuisisi Oracle) Jonathan Schwartz menyambut baik langkah
Google yang memutuskan menggunakan teknologi Java untuk pengembangan platform
Android. CEO Oracle Larry Ellison pun pada awalnya menyambut baik langkah
Google ini. Pasca akuisisi Sun Microsystems, Oracle juga sedang mengembangkan
platform ponsel yang berbasis Java.
Namun belakangan Oracle
berpendapat jika Google seharusnya meminta ijin lisensi pada mereka untuk
menggunakan API Java di Android. Tentunya lisensi ini tidak gratis, nilainya
jutaan dollar menurut Oracle. Sementara itu Google berpendapat lisensi tidak
diperlukan, karena mereka hanya menggunakan API Java sesuai dengan porsinya,
seperti umumnya diterapkan pada proyek open source. Pengadilan pun setuju.
Google dinyatakan menang di pengadilan.
Analisis Kasus 1:
Dari kasus melanggar
atau tidaknya Google dalam menggunakan lisensi milik Oracle adalah kasus yang
cukup berat. Karena dalam hal tersebut Google menyatakan menggunakan lisensi
yang bersifat open source yang berarti dapat digunakan oleh siapa saja dengan
batasan dan juga Google membuat sistem dari implementasi teknologi milik Oracle
sehingga bisa dibilang paten tersebut tidak berlaku dalam pengembangannya.
Semoga dalam kasus
pelanggaran paten seperti kasus ini dapat diselesaikan dengan adil agar kedua
belah pihak merasa puas dan bertanggung jawab atas apa yang sudah dilaporkan. Dan
juga mesti ada pengembangan undang-undang dalam kasus seperti diatas.
2. Hak
Paten Mesin Motor Bajaj Ditolak di Indonesia
Motor Bajaj merupakan salah satu produk sepeda motor
yang dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, bahkan desain yang dihasilkan
menarik dan terlihat elegan. Namun, tidak disangka hak paten teknologi mesin
motor kebanggaan masyarakat India ini menjadi masalah di Indonesia.
Bajaj Auto Limited sebagai produsen motor Bajaj
menggugat Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Kementerian Hukum dan HAM
(Kemenkum HAM). Sebab, permohonan paten untuk sistem mesin pembakaran dalam
dengan prinsip empat langkah ditolak dengan alasan sudah dipatenkan terlebih
dahulu oleh Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha.
Kuasa hukum perusahaan Bajaj pun meminta agar hakim
pengadilan membatalkan atas penolakan permohonan terhadap kasus
tersebut. Kasus tersebut bermula ketika Ditjen Haki menolak permohonan
pendaftaran paten Bajaj pada 30 Desember 2009 dengan alasan ketidakbaruan dan
tidak mengandung langkah inventif. Atas penolakan tersebut, Bajaj Auto
mengajukan banding ke Komisi Banding Paten. Namun Komisi Banding dalam
putusannya pada 27 Desember 2010 sependapat dengan Direktorat Paten sehingga kembali
menolak pendaftaran paten tersebut. Hal tersebut dikarenakan prinsip motor
Bajaj merupakan prinsip yang masih baru berkembang.
Kesaksian dalam sidang tersebut, satu silinder jelas
berbeda dengan dua silinder. Untuk konfigurasi busi tidak menutup kemungkinan
ada klaim yang baru terutama dalam silinder dengan karakter lain. Namun,
kebaruannya adalah ukuran ruang yang kecil. Dimana harus ada busi dengan jumlah
yang sama. Keunggulan dari Bajaj ini adalah bensin yang irit dan memiliki
emisi yang ramah lingkungan.
Ditjen HAKI punya catatan tersendiri sehingga
menolak permohonan paten ini, yaitu sistem ini telah dipatenkan di Amerika
Serikat atas nama Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha dengan penemu Minoru
Matsuda pada 1985. Lantas oleh Honda didaftarkan di Indonesia pada 28 April
2006. Namun dalih ini dimentahkan oleh Bajaj, karena telah mendapatkan hak
paten sebelumnya dari produsen negara aslanya, yaitu India.
Analisis kasus 2:
Dari kasus diatas dapat dianalisa bahwa perusahaan
Bajaj dimungkinkan kurang jeli dalam masalah penggunaan mesin yang aman
digunakan untuk konsumen. Walaupun kenyataannya menurut perusahaan Bajaj
tersebut menolak atas tuntutan yang diajukan oleh Ditjen HAKI. Sebaiknya jika
terbukti bersalah sebaiknya sesegera mungkin diberi solusi untuk perbaikan
mesin tersebut agar tidak terjadi masalah seperti pencabutan penjualan dan
lainnya. Namun jika pernyataan berbanding terbalik dari tuduhan awal, sebaiknya
perusahaan tersebut menunjukkan bukti fisik yang kuat dan tidak berdiam untuk
enggan berkomentar, karena pada asalnya dari negara produsen awal tidak terjadi
masalah pada pemesinan tersebut.
Semoga kedepannya tidak terjadi pelanggaran hak
paten khususnya bidang industri, dan sebaiknya pencipta suatu teknologi wajib
mematenkan hasil karyanya agar tidak terjadi permasalahan yang menyebabkan
merugi dan menurunkan image dari perusahaan yang bersangkutan.
Sumber:
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V via Aplikasi Android
http://tekno.kompas.com/read/2016/05/27/08250017/Google.Menang.Atas.Oracle.Bebas.dari.Tuntutan.Rp.126.Triliun